• Best Gaming Esports

Buntut Bentrok Fisik Pendukung, Riot Games Jatuhkan Hukuman untuk DVM Esports

Jadwalesports.com – Turnamen Valorant Champions Tour (VCT) Regional 2025 yang digelar akhir pekan lalu di Arena Esports Central terpaksa diwarnai insiden memalukan. Sejumlah pendukung DVM Esports terlibat bentrok fisik dengan fans tim lawan, Omega Prime, di luar venue pertandingan. Kericuhan ini tak hanya menjadi viral di media sosial, tetapi juga memaksa Riot Games turun tangan. Hasilnya, DVM Esports dijatuhi hukuman resmi akibat dianggap gagal mengendalikan pendukung mereka.

DVM EsportsKronologi Insiden

 

Insiden bermula usai pertandingan panas antara DVM Esports melawan Omega Prime pada Sabtu malam, 26 April 2025. Pertandingan itu berakhir dramatis, dengan kemenangan Omega Prime 2-1 lewat comeback di map terakhir. Ketegangan di dalam arena pun terbawa keluar. Menurut saksi mata, kelompok kecil pendukung DVM yang kecewa sempat beradu mulut dengan fans Omega Prime saat keluar dari stadion.

 

Suasana memanas ketika seorang pendukung DVM melempar botol plastik ke arah rombongan lawan. Tak terima, kelompok Omega Prime membalas dengan teriakan provokatif. Kericuhan tak terhindarkan: dorong-dorongan berlanjut menjadi saling pukul sebelum akhirnya pihak keamanan venue melerai.

 

Video amatir yang merekam kejadian ini langsung beredar di media sosial. Dalam rekaman berdurasi 30 detik itu terlihat jelas beberapa pendukung mengenakan jersey DVM Esports terlibat adu jotos. Tagar #DVMFansFight sempat trending di X (dulu Twitter) dan TikTok, dengan lebih dari 1,2 juta penayangan dalam 12 jam.

 

Pernyataan Resmi Riot Games

 

Menanggapi insiden tersebut, Riot Games selaku penyelenggara turnamen menggelar investigasi cepat. Dua hari berselang, mereka merilis pernyataan resmi di situs dan akun media sosial mereka.

 

Dalam pernyataan itu, Riot Games menyebut bahwa DVM Esports dinilai melanggar Pasal 9.4 Regulasi VCT yang mewajibkan setiap tim menjaga perilaku pendukungnya baik di dalam maupun luar venue. Meski DVM Esports tak secara langsung terlibat, pihak penyelenggara menyatakan bahwa tim memiliki tanggung jawab moral dan operasional terhadap fans yang diorganisasi secara resmi.

 

“Berdasarkan hasil investigasi, ditemukan bahwa beberapa pelaku bentrok teridentifikasi sebagai anggota komunitas fans resmi DVM Esports yang mendapatkan akses tiket melalui kuota tim,” tulis Riot Games.

 

Sebagai konsekuensi, Riot Games menjatuhkan beberapa sanksi:

 

  • Denda sebesar USD 15.000 (sekitar Rp240 juta).
  • Larangan membawa pendukung resmi ke arena selama dua turnamen berikutnya.
  • Kewajiban membuat program edukasi fans sebelum akhir musim kompetisi 2025.

 

“Kami menegaskan bahwa kekerasan fisik, baik di dalam maupun luar arena, tidak akan ditoleransi. Kami mengharapkan setiap organisasi profesional untuk mengedepankan sportivitas, termasuk dalam mengelola komunitas penggemar mereka,” lanjut pernyataan tersebut.

 

Reaksi DVM Esports

 

DVM Esports segera merespons keputusan ini dengan mengeluarkan permintaan maaf resmi. Melalui CEO mereka, Kevin “Kevz” Mahendra, DVM menyatakan penyesalan mendalam atas insiden tersebut.

 

“Kami memohon maaf kepada semua pihak yang terdampak, termasuk Omega Prime, Riot Games, dan komunitas game Indonesia. Kami mengecam segala bentuk kekerasan dan akan bekerja sama penuh dalam implementasi sanksi ini,” ujar Kevz dalam video yang diunggah di Instagram resmi DVM.

 

Dalam video berdurasi dua menit itu, Kevz juga berjanji akan memperketat mekanisme distribusi tiket untuk fans, memperbaiki sistem pengawasan, serta membentuk unit keamanan internal guna mencegah insiden serupa di masa mendatang.

 

“Kami percaya esports seharusnya jadi ruang yang aman, inklusif, dan menyenangkan bagi semua,” tambah Kevz.

 

Reaksi Komunitas

 

Keputusan Riot Games menuai beragam reaksi. Banyak pihak memuji ketegasan Riot dalam menjaga integritas turnamen. Namun, tak sedikit pula yang menilai hukuman terlalu keras, mengingat tidak terlibat langsung dalam kericuhan.

 

“Sanksinya keras, tapi ini wake-up call buat semua tim supaya lebih serius mengelola basis fans mereka,” ujar Ahmad R., analis dari Esports Insider Asia.

 

Di sisi lain, beberapa fans DVM Esports merasa kecewa. Mereka menganggap bahwa tindakan segelintir oknum tak seharusnya berdampak pada semua pendukung. Hashtag #JusticeForDVMFans mulai ramai dipakai di media sosial.

 

“Gara-gara beberapa orang, semua fans kena imbasnya. Padahal mayoritas kami mendukung dengan damai,” tulis akun @DVMSupporters di X.

 

Omega Prime Beri Pernyataan

 

Tak ketinggalan, Omega Prime juga mengeluarkan pernyataan resmi. Mereka menyatakan bersyukur tidak ada korban serius dalam insiden tersebut, meski ada dua fans mereka yang mengalami memar ringan.

 

“Kami mengapresiasi respons cepat pihak keamanan dan Riot Games. Kami berharap semua pihak dapat mengambil pelajaran agar rivalitas tetap di jalur positif,” tulis Omega Prime dalam rilis pers.

 

Mereka juga menyatakan enggan memperpanjang persoalan dengan melibatkan jalur hukum, selama tidak ada tindak pidana serius yang terjadi.

 

Diskusi Soal Rivalitas di Esports

 

Insiden ini memunculkan diskusi lebih luas soal rivalitas fanatik di dunia esports, yang belakangan mulai menyerupai kultur suporter di olahraga tradisional. Beberapa pengamat mengingatkan agar tidak terjebak pada toxic fandom yang sering terjadi di sepak bola.

 

“Esports tumbuh pesat, tapi kita harus belajar dari olahraga lain soal manajemen fans. Rivalitas itu bagus, tapi jangan sampai berujung kekerasan,” kata Eko Priambodo, pakar komunikasi olahraga dari Universitas Indonesia.

 

Menurutnya, tim-tim profesional perlu membangun budaya fans yang sehat, misalnya lewat program loyalitas, gathering positif, atau edukasi nilai sportivitas. Ia juga menilai penyelenggara turnamen harus lebih tegas dalam menyusun kode etik fans.

Baca Juga:

Dampak ke Masa Depan DVM Esports

 

Hukuman larangan membawa pendukung resmi selama dua turnamen ke depan jelas menjadi pukulan bagi DVM Esports. Pasalnya, dukungan langsung dari fans selama pertandingan sering kali menjadi “player buff” yang signifikan.

 

“Support dari tribun itu boost mental banget buat pemain. Tanpa fans langsung, pasti bakal kerasa beda,” kata Jason “Jayce” Liu, analis Valorant dan mantan pro player.

 

Beberapa pemain DVM Esports sempat mengungkapkan kekecewaan lewat story Instagram, meski mereka tetap mendukung keputusan manajemen.

 

“Kita tetap fight. With or without fans di venue, kita main buat mereka,” tulis kapten tim, Ezra “Zraz” Akbar.

 

Selain itu, beban finansial akibat denda juga dinilai berat, terutama bagi tim yang masih berkembang. Meski DVM Esports termasuk salah satu tim mapan di Asia Tenggara, biaya operasional turnamen dan pengembangan pemain sudah cukup tinggi.

 

Insiden bentrok fisik pendukung DVM Esports menjadi pengingat bahwa profesionalisme di dunia game bukan hanya soal performa tim, tetapi juga pengelolaan komunitas fans. Keputusan Riot Games menjatuhkan hukuman kepada DVM Esports menuai pro dan kontra, namun sekaligus menegaskan standar baru dalam menjaga keamanan dan sportivitas turnamen.

 

Kini, semua mata tertuju ke langkah DVM Esports selanjutnya: bagaimana mereka memperbaiki sistem internal, menjaga hubungan dengan fans, dan bangkit di turnamen mendatang tanpa dukungan langsung di tribun.

 

Satu hal pasti, insiden ini menjadi pelajaran penting bagi seluruh ekosistem bahwa semangat kompetisi harus tetap dijaga tanpa melukai nilai-nilai sportivitas.